Kamis, 13 Mei 2010

pembuatan garam morh

PENDAHULUAN


Unsur besi (Fe) dalam suatu sistem Periodik Unsur (SPU) termasuk ke dalam golongan VIII. Besi dapat dibuat dari biji besi dalam tungku pemanas. Biji besi biasanya mengandung Fe2O3 yang dikotori oleh pasir (SiO2) sekitar 10%, serta sedikit senyawa sulfur, fosfor, aluminium, dan mangan. Besi dapat pula dimagnetkan [1].

Endapan pasir besi, dapat memiliki mineral-mineral magnetik seperti magnetik (Fe3O4), hematit (α- Fe2O3), dan maghemit (γ- Fe2O3). Mineral-mineral tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan industri. Magnetit, misalnya, dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk tinta kering (toner) pada mesin photo-copy dan printer laser, sementara maghemit adalah bahan utama untuk pita-kaset [2].

Ion besi (II) dapat mudah dioksidasikan menjadi Fe (III), maka merupakan zat pereduksi yang kuat. Semakin kurang asam larutan itu, semakin nyatalah efek ini; dalam suasana netral atau basa bahkan oksigen dari atmosfer akan mengoksidasikan ion besi (II). Garam-garam besi (III) atau feri diturunkan dari oksida besi (III), Fe2O3. Mereka lebih stabil daripada garam besi (II). Dalam larutannya, terdapat kation-kation Fe3+ yang berwarna kuning muda; jika larutan mengandung klorida, warna menjadi semakin kuat. Zat-zat pereduksi mengubah ion besi (III) menjadi besi (II). Ion ferro [Fe(H2O)6]2+ memberikan garam berkristal [3].

Besi yang sangat halus bersifat pirofor. Logamnya mudah larut dalam asam mineral. Dengan asam bukan pengoksidasi tanpa udara, diperoleh FeII. Dengan adanya udara atau bila digunakan HNO3 encer panas, sejumlah besi menjadi Fe (III). Asam klorida encer atau pekat dan asam sulfat encer melarutkan besi, pada mana dihasilkan garam-garam besi (II) dan gas hydrogen. Besi murni cukup reaktif. Dalam udara lembap cepat teroksidasi memberikan besi (III) oksida hidrat (karat) yang tidak sanggup melindungi, karena zat ini hancur dan membiarkan permukaan logam yang baru terbuka [3].

Pemisahan pasir besi dilakukan dengan cara mekanik, yaitu menggunakan mekanik separator, dengan cara ini dihasilkan konsentrasi pasir besi. Selanjutnya dengan menambahkan bahan pengikat dan memanaskan kuat, konsentrasi pasir besi dijadikan butiran besi (pellet). Pellet ini dapat dibentuk menjadi besi setengah jadi (billet) [1].

Pemisahan besi dilakukan dengan mereduksi besi oksida menggunakan kokas dalam tanur. Besi yang diperoleh mengandung 95% Fe dan 3-4% O, serta sedikit campuran besi kasar lantakan (pigiron). Besi tuang diperoleh dengan menuangkan besi kasar dan rapuh dan hanya digunakan jika tidak menahan getaran mekanik atau panas misalnya pada mesin dan rem [4].

Suatu bahan yang digunakan dalam proses peleburan besi yaitu biji besi, batu kapur (CaCO3) dan kokas(C). Semua dimasukkan dari atas menara. Pada bagian bawah dipompakan udara yang mengandung oksigen. Salah satu kereakitfan besi yang merugikan secara ekonomi adalah korosi, penyebabnya adalah udara dan uap air membentuk Fe2O3. Bilangan oksidasi besi adalah +2 dan +3, tetapi umumnya besi (II) lebih mudah teroksidasi spontan menjadi besi (III). Oksidasi besi yang telah dikenal adalah FeO, Fe2O3, dan Fe3O4. Oksidasi FeO sulit dibuat karena terdisproporsionasi menjadi Fe dan Fe2O3 [3].

Adapun sifat-sifat yang dimiliki dari unsur besi yaitu besi mudah berkarat dalam udara lembab dengan terbentuknya karat (Fe2O3.nH2O), yang tidak melindungi besinya dari perkaratan lebih lanjut, maka dari itu biasanya besi di tutup dengan lapisan logam zat – zat lain seperti timah, nikel, seng dan lain – lain. Suatu besi jika dalam keadaan pijar besi dapat menyusul O dan H2O (uap) dengan membentuk H2 dan Fe3O4. Sedangkan jika di pijarkan di udara, besi akan membentuk Fe2O3 (ferri oksida) dan menggerisik, serta jika suatu besi tidak termakan oleh basa, besi dapat larut dalam asam sulfat encer dan asam klorida dengan membentuk H2, asam sulfat pekat tidak memakan besi [5].

Garam-garam unsur triad besi biasanya terkristal dari larutan sebagai hidrat. Jika diletakkan pada uap lembab atmosfer, tergantung pada tekanan parsial H2O, hidrat dapat terjadi dalam warna-warna yang berbeda. Pada udara kering, air hidrat lepas dan padatan berangsur-angsur berubah warna menjadi merah muda. Senyawa besi (II) menghasilkan endapan biru turnbull, jika direaksikan dengan heksasianoferrat (III) [4].

Besi membentuk dua deret garam yang penting. Garam-garam besi (II) (atau ferro) diturunkan dari besi (II) oksida , FeO. Dalam larutan, garam-garam ini mengandung kation Fe2+ dan berwarna sedikit hijau. Ion-ion gabungan dan kompleks-kompleks yang berwarna tua adalah juga umum. Ion besi (II) dapat mudah dioksidasi menjadi besi (III), maka merupakan zat pereduksi yang kuat. Semakin kurang asam larutan itu, semakin nyatalah efek ini, dalam suasana netral atau basa bahkan oksigen dari atmosfer akan mengoksidasi ion besi (II). Maka larutan besi (II) harus sedikit asam bila ingin disimpan untuk waktu yang agak lama [3].

Garam Mohr (NH4)2SO4.[Fe(H2O)6]SO4 cukup stabil terhadap udara dan terhadap hilangnya air, dan umumnya dipakai untuk membuat larutan baku Fe2+ bagi analisis volumetrik dan sebagai zat pengkalibrasi dalam pengukuran magnetik. Sebaiknya FeSO4.7H2O secara lambat melapuk dan berubah menjadi kuning coklat bila dibiarkan dalam udara. Penambahan HCO3- atau SH- kepada larutan akua Fe2+ berturut-turut mengendapkan FeCO3 dan FeS. Ion Fe2+ teroksidasi dalam larutan asam oleh udara menjadi Fe3+. Dengan ligan-ligan selain air yang ada, perubahan nyata dalam potensial bias terjadi, dan system FeII – FeIII merupakan contoh yang baik sekali mengenai efek ligan kepada kestabilan relatif dari tingkat oksidasi [5].

Ion ferro [Fe(H2O)6]2+ memberikan garam berkristal. Garam mohr (NH4)2SO4. Fe(H2O)6 SO4 cukup stabil terhadap udara dan terhadap hilangnya air, dan umumnya dipakai untuk membuat larutan baku Fe2+ bagi analisis volumetri, dan sebagai zat pengkalibrasi dalam pengukuran magnetik. Sebaliknya FeSO4.7H2O secara lambat melapuk dan berubah menjadi kuning cokelat bila dibiarkan dalam udara [1].

METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah 1 gelas piala, 1 gelas ukur, 1 neraca analitik, 1 pembakar bunsen, 1 kaki tiga + kasa asbes, 1 pipet tetes, dan 1 corong.

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah serbuk besi atau paku, H2SO4 10 % dan amoniak.

B. Cara Kerja

1. Larutan A

Dilarutkan 3,5 gram besi ke dalam 100 ml H2SO4 10 %. Dipanaskan sampai hampir semua besi larut. Disaring larutan ketika masih panas. Ditambahkan sedikit asam sulfat pada filtrat. Diuapkan larutan sampai terbentuk kristal dipermukaan larutan.

2. Larutan B

Dinetralkan 50 ml H2SO4 10% dengan amoniak. Diuapkan larutan (NH4)2SO4 sampai jenuh.

3. Dicampurkan larutan A dan B

Sementara panas, dicampurkan larutan A dan B. Didinginkan larutan yang diperoleh hingga terbentuk kristal berwarna hijau muda. Garam Mohr murni dapat diperoleh dengan cara dilarutkan kembali dalam sedikit mungkin air panas. Dibiarkan mengkristal. Ditimbang garam Mohr yang diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Larutan A

No


Langkah Kerja


Hasil

Pengamatan

1

2

3

4

5


Dilarutkan 3,5 gr besi dalam 100 ml H2SO4 10%

Dipanaskan

Disaring larutan ketika masih panas

Ditambahkan 2 mL asam sulfat pada filtrat

Diuapkan larutan


Larutan warna abu-abu kehitaman

Larutan berwarna biru bening

Larutan biru bening

2. Larutan B

No


Langkah Kerja


Hasil

Pengamatan

1

2


Dinetralkan 50 ml H2SO4 10% dengan amoniak

Diuapkan larutan


Larutan bening (sampai pH = 7)

3. Dicampurkan larutan A dan B

No


Langkah Kerja


Hasil

Pengamatan

1

2

3

4


Dicampurkan larutan A dan B ketika masih panas

Didinginkan

Dipisahkan larutan dengan endapan yang terbentuk dengan kertas saring

Ditimbang kristal yang diperoleh


Larutan berwarna hijau muda dengan endapan putih

Terbentuk kristal-kristal garam

m = 4,03 g

Perhitungan

Diketahui: Berat garam mohr = 4,03 gram

Massa besi = 3,5 gram

BA besi = 55,85 gram/mol

BM Mohr = 392 gram/mol

Ditanya : a. Mol garam Mohr

b.massa garam Mohr

c. pemurnian

Jawab :

a. mol Fe = mol garam Mohr

mol Fe =

=

= 0,0627 mol

b. mol Fe = mol garam Mohr

massa garam Mohr (teori) =

mol garam Mohr x BM garam Mohr

= 0,0627 mol x 392 gram/mol

= 24,5784 gram

c.Pemurnian rendemen

= x 100%

= x 100 %

= 16,40 %

Pemurnian = 100% – 16,40 %

= 83,60 %

B. Pembahasan

1. Larutan A

Pada percobaan ini pertama–tama dibuat larutan A dengan cara dilarutkan 3,5 gram besi ke dalam 100 ml H2SO4 10%, larutan berwarna abu-abu kehitaman dan endapan yang berupa besi akan melarut, dimana H2SO4 merupakan pelarut yang mengandung proton yang dapat diionkan dan bersifat asam kuat atau lemah. Dipanaskan larutan sampai hampir semua besi larut, sehingga larutan berubah menjadi biru bening, kemudian larutan disaring dengan menggunakan kartas saring ketika masih panas, ke dalam larutan tersebut ditambahkan sedikit (1-2 ml) asam sulfat pada filtrat dan menguapkan larutan sampai terbentuk kristal dipermukaan larutan.

Adapun tujuan dari penyaringan adalah untuk menghindari terbentuknya kristal pada suhu yang rendah dan tujuan dari pemanasan adalah adalah sebagai katalis yaitu untuk mempercepat terjadinya reaksi sehingga hampir semua besi dapat melarut. Larutan ini terus diuapkan dengan tujuan untuk mengurangi molekul air yang ada pada larutan. Larutan ini digunakan untuk menstabilkan kristal vitrol yang terbentuk. Percobaan ini manghasilkan garam besi (II) sulfat yang merupakan garam besi (II) yang terpenting. Garam-garam besi (II) atau fero diturunkan dari besi (II) oksida, FeO. Dalam larutan, garam-garam ini mengandung kation Fe2+ sehingga berwarna hijau dan Pembentukan FeSO4 dari logam Fe merupakan reaksi elektron berdasarkan prinsip termokimia. Reaksi yang terjadi yaitu:

Fe + H2SO4 FeSO4 + H2

2. Larutan B

Pembuatan larutan B yaitu pertama–tama dinetralkan 50 ml H2SO4 10% dengan amoniak, campuran tersebut berupa larutan jernih dan panas. Kemudian dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan kertas lakmus maka dapat dikatahui bahwa pH larutan tersebut adalah netral 7 karena reaksi antara kedua reaktan merupakan reaksi netralisasi asam-basa dengan pH netral. Kemudian larutan ini diuapkan hingga jenuh sampai timbul endapan-endapan kristal. Reaksi yang terjadi yaitu:

2NH3 + H2SO4 → (NH4)2SO4

3. Dicampurkan larutan A dan B

Pembentukan kristal garam mohr dapat dilakukan dengan cara dicampurkan larutan A dan B ketika masih panas, atau pada keadaan yang sama, kondisi ini dipertahankan agar tidak terjadi pengkristalan larutan pada suhu yang rendah, maka akan dihasilkan larutan berwarna hijau muda dengan endapan putih. Untuk memperoleh kristal, dilakukan pendinginan beberapa hari sehingga terbentuk kristal yang lebih halus. Setelah didinginkan, larutan campuran tadi disaring sehingga diperoleh kristal garam mohr yang dimaksud. Kristal garam mohr ditimbang dengan neraca analitik didapatkan 4,03 gram. Dari data yang diperoleh, maka didapatkan pemurnian garam mohr adalah 83,60 %. Bentuk kristal garam mohr adalah monoklin dengan warna hijau muda. Dalam senyawa kompleks Fe2+ berperan sebagai atom pusat dengan H2O sebagai ligannya. Adapun reaksi yang berlangsung yaitu :

FeSO4 + (NH4)2SO4 + 6H2O → (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O

KESIMPULAN

Kesimpulan dari percobaan yang dilakukan. Dari percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu garam Mohr merupakan senyawa kompleks besi dengan ligan amonium dan sulfat dengan rumus molekul (NH4)2Fe(SO4)2. 6H2O. Pembuatan garam mohr dilakukan dengan cara kristalisasi, yaitu melalui penguapan, dan didapatkan kristal berwarna hijau muda. Campuran besi (II) sulfat dengan larutan amonium sulfat akan menghasilkan suatu garam, yang sering disebut dengan garam mohr. Garam mohr stabil diudara dan larutannya tidak mudah dioksidasi oleh oksigen diatmosfer. Garam Mohr yang terbentuk sebesar 4,03 gram dengan tingkat kemurniannya adalah sebesar 83,60 %.

REFERENSI

1. Syukri. 1999. Kimia Dasar 3. ITB. Bandung.

2. Mufit, Fatni dkk. 2006 Kajian tentang Sifat Magnetik Pasir Besi dari Pantai Sanur Pariaman, Sumatera Barat.

http://www.google.com.

Diakses 10 November 2008.

3. Svehla, G. 1990. Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian I. PT Kalman Media Pusaka. Jakarta.

4. Harjadi, W. 1989. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga. Jakarta.

5. Cotton and Wikinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. UI- Press. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar